Kamis, 05 Maret 2015

KRS : Masalah Klasik Langganan Mahasiswa



Memasuki era IPTEK, atau perkembangan informasi dan teknologi menjadikan kehidupan semakin instant. Tak terkecuali sistem administrasi yang ada di kampus. Segala sesuatu yang dulunya dikerjakan secara manual dan menyita banyak waktu menjadi sangat mudah dan cepat. Setidaknya itu yang ada dalam pikiran pihak-pihak kampus yang berwenang saat mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan KRS manual dan menjadikan sistem administrasi serba online. atau dengan kata lain menggunakan jasa ‘mahluk dunia maya’. Akan tetapi, bukannya memberi solusi, malah mempersulit sebagian besar mahasiswa yang terkendala dalam pengurusan KRS. Mulai simpadu yang oon dan sulit diakses, dan masalah-masalah lainnya. Setelah kebjakan ini diterapkan, hampir tiap semester ada saja mahasiswa yang stress dan curhat di media sosial karena terkendala dalam pengurusan KRS. Lebih parah lagi kalau telah mencapai deadline dan simpadu tidak kunjung sembuh dari penyakit oonnya. Ancaman cuti pun menjadi momok horror bagi mahasiswa, tidak peduli si korban sudah membayar.
Masalah KRS memang menjadi masalah langganan bagi mahasiswa. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang berniat melakukan aksi protes atas ketidaknyamanan ini. Karena pembayaran UKT bagi mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 tidak sesuai dengan pelayanan yang mereka terima. Angkatan 2012 ke atas pun tidak ketinggalan masalah. Banyak yang tidak bisa akses simpadu karena kesalahan kode akses (password). Angkatan 2012 misalnya. Banyak yang menggunakan kode akses dari bukti pembayaran semester 6, padahal yang seharusnya dipakai adalah kode akses semester 4. Dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya mengenai hal ini. Mahasiswa yang telah mengganti passwordnya memang bisa mengelus dada. Akan tetapi, masih banyak mahasiswa lain yang kebingungan karena mereka tidak mengganti password. Yang lebih parah lagi adalah, mereka yang telah menghilangkan bukti pembayaran semester 4 nya. Kalau terjadi masalah seperti ini maka mahasiswa yang telah jatuh akan ditimpakan tangga pula. Ujung-ujungnya, masalah dikembalikan kepada mahasiswa. “Siapa suruh telat urus KRS, siapa suruh malas…. Dan bla bla bla.”.
Memang terdengar sepele, tapi sepele ini luar biasa membuat mahasiswa stress tingkat dewa. Sebenarnya bukan cuma faktor simpadu yang oon dan kode akses plin-plan yang menjadi masalah. Masalah administrasi lain adalah kurangnya layanan yang nyaman bagi mahasiswa yang memiliki kendala atau masalah administrasi.
Pihak-pihak yang seharusnya membantu mahasiswa mengatasinya masalahnya, juga kurang memberi kepuasan untuk mengatasi masalah mahasiswa. Di jurusan PGSD FIP UNM misalnya, pegawai IT sangat sedikit di bandingkan dengan mahasiswa luar biasa jumlahnya. Segala administrasi yang bermasalah hanya ditangani satu-dua orang saja, yang otomatis akan membuat kualahan, dan tidak memberikan solusi dan kepuasan maksimal bagi mahasiswa. Ibaratnya, seperti pegadaian, “mengatasi masalah dengan masalah baru.”
Segala carut-marut yang ada dianggap sepele saja bagi pihak kampus, bukan hal yang aneh dan asing dalam dunia yang menerapkan sistem kapitalisme yang lahir dari sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Jadi, kini kita temukan adanya perguruan tinggi yang berdiri angkuh demi persaingan demi prestise dan pengakuan dari pihak-pihak lain. Bukan mencetak generasi yang benar-benar dapat memberi sumbangsih bagi negara. Jadi dalam sistem kapitalis ini, mahasiswa jangan harap mendapat layanan yang maksimal. Apalagi dalam pengurusan administrasi. Karena kita hidup dan terperangkap dalam sistem dimana manusia yang tidak mengambil Islam sebagai pedoman hidupnya diharuskan menjadi orang-orang egois dan pura-pura blo’on atas masalah orang lain, termasuk masalah “sepele” yang dihadapi mahasiswa dalam pengurusan administrasi.

0 komentar:

Posting Komentar