Kamis, 26 Maret 2015

NYONTEK GAYA BARU



Edisi: 24/th. III/1437 H

Perkembangan teknologi yang semakinpesat tak dipungkiri dapat mempermudah pekerjaan manusia. Pemanfaatan smartphone bagi mahasiswa sangatmembantu dalam proses perkuliahan, namun tak jarang juga digunakan untuk hal negatif.  Salah satu contohnya adalah menyontek.
Telah menjadi rahasia umum bahwa demi mendapatkan nilai yang memuaskan saat ujian, kerap kali para mahasiswa menghalalkan segala cara seperti menyontek ujian teman, membawa pelampung dengan dalih “agar tak tenggelam”, dan lain sebagainya. Namun gaya menyontek ini sepertinya telah terlihat “kuno”. Saat ini tak jarang kita menyaksikan mahasiswa di sekitar kita dengan entengnya memotret setiap lembaran pada buku catatan dengan alasan agar lebih mudah dan tidak ketahuan saat menyontek.
Aplikasi messenger maupun media sosial lainnya juga ternyata menjadi sarana yang sangat baik dalam menyontek massal. Biasanya salah satu mahasiswa yang “cukup pintar” dan mampu menyelesaikan soal ujian dengan lebih cepat, dengan sigap memotret lembar jawaban dan menjadikannya Display Picture pada akun miliknya. Alasannya sederhana, agar teman-teman yang lain juga bisa melihatnya.
Apa penyebab sehingga mahasiswa dengan mudahnya melakukan aktifitas ini ?
Ø  Hilangnya rasa takutakanpengawasan Allah
Faktor utama yang menyebabkan aktivitas menyontek menjadi tradisi di kalangan kaum intelektual ketika musim ujian tiba adalah dangkalnya aqidah para mahasiswa Muslim sehingga tidak lagi menganggap menyontek sebagai perbuatan curang dan berdosa. Seolah tak ada beban ketika melakukan aktivitas ini, padahal  Allah senantiasa mengawasi kita.
Ø  Orientasi Nilai, Abaikan Kualitas Diri
Ujian dimaksudkan untuk mengevaluasi pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diajarkan. Hasil atau nilai ujian ini dijadikan indicator pencapaian belajar seorang mahasiswa. Namun demi mendapatkan nilai yang memuaskan, cara haram pun ditempuh, termasuk melakukan kecurangan (menyontek). Ilmu gak nambah, dosa berlimpah.
Ø  Paradigma Solidaritas yang Keliru
Atas nama solidaritas, kegiatan contek menyontek saat ujian berlangsung menjadi hal yang lumrah dilakukan. Teman yang enggan memberikan contekan akan dipandang tidak setia kawan dan egois. Sehingga muncullah rasa bersalah jika tidak memberikan jawaban kepada teman saat ujian. Solidaritas yang ada pun akhirnya hanya berasaskan pada nilai dan manfaat saja.
Ø  Kontrol (Pengawasan) yang KurangKetat
Kurangnya pengawasan yang tegas dari pihak kampus dan dosen juga semakin menumbuh-suburkan kebiasaan menyontek ini. Tak jarang pengawas ujiannya yang biasanya adalah  senior, asisten atau pegawai melonggarkan pengawasan bahkan membantu para mahasiswa melakukan kecurangan.
Ø Penerapansistempendidikansekular yang memisahkan agama darikehidupan
Pendidikan hari ini dibangun atas pemisahan agama dari kehidupan, sehingga akan lebih mengutamakan pengetahuan akademik berorientasi nilai materi, minus pendidikan akhlaq dan kepribadian islam. Jadi wajar pola pikir yang terbentuk di kalangan para mahasiswa adalah materialistis, termasuk menjadikan nilai materi sebagai standar dan tolok ukur perbuatan. Indeks Prestasi  Kumulatif tinggi jadi standar kecerdasan tanpa memperhatikan cara memperolehnya.
Sebagai seorang mahasiswa muslim, bagaimana memandang permasalahan ini?
Islam menekankan pembinaan ketaqwaan individu melalui pendidikan aqidah dan kepribadian islam,bukan sekedar ilmu pengetahuan saja, sehingga individu akan senantiasa mengikatkan dirinya dengan aturan Allah, sehingga mahasiswa muslim akan menyadari bahwa menyontek merupakan sikap curang yang sangat dibenci oleh Allah.
Dalam kasus ini keluarga berperan penting dalam memberikan pendidikan dasar tentang aqidah dan pembentukan kepribadian islam. Lingkungan yang terdiri dari masyarakat dan pihak kampus berperan melengkapi pendidikan dasar yang berasal dari keluarga. Masyarakat harus mampu menjamin standar dan tolok ukur yang berlaku sesuai dengan nilai islam. Pihak kampus juga sebaiknya tidak segan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran akademik yang dilakukan mahasiswa. Terakhir yang berperan sangat besar adalah negara. Negara berwenang penuh mengarahkan sistem pendidikan (asas dan tujuan pendidikan) yang islami bagi generasi, termasuk bertanggung jawab terhadap kualitas generasi, apakah akan menghasilkan generasi pembebek yang tukang nyontek atau generasi visioner pemimpin peradaban.
Pengaturan kehidupan yang seperti ini hanya ada dalam negeri yang menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini terbukti  di abad pertengahan ketika islam dijadikan sebagai aturan yang melingkupi seluruh aspek kehidupan, termasuk di bidang pendidikan mampu melahirkan ilmuwan- ilmuan visioner peletak dasari lmu pengetahuan modern seperti Al Khawarismi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun dan sederet nama lain yang terkenal sampai di peradaban barat.
Oleh karena itu mahasiswa sebagai agen perubahan semestinya turut melibatkan diri untuk menegakkan institusi yang menerapkan Islam secara sempurna untuk mewujudkan pemuda dan kaum intelektual muslim sebagai pemimpin peradaban. Wallaahu ‘alambishshawab.